Cerita Horor Gunung Ciremai (3)


 

Saya terjaga di pos Cibunar. Bingung serta disorientasi. Sampai saya tersadarkan lagi, peristiwa semalam bukan mimpi, tubuhku kembali lagi gemetaran. Sebagian orang diruangan itu mengetahui saya telah terjaga, langsung mendekati. Yang satu memberikanku teh panas manis yang waktu kuminum langsung membuatku berasa tenang lagi. Yang satunya duduk disebelahku sekalian menyeka-usap punggungku.

Perlu Ketelitian Mencari Situs Togel


"Diminum pelan-pelan saja teh nya Jang." Kata sang Bapak itu.


Saya memerhatikan semua ruang, belum juga percaya jika saya telah tertolong.

"Pak, rekan saya?" saya bertanya kehadiran Ayu. Tidak ada Ayu disana langsung membuatku diserang cemas.

"berada di ruang samping. Tidak apa-apa."


Saya lantas bercerita semua peristiwa yang kami alami hingga kemudian kami tidak sadarkan diri. Bapak itu dengarkan dengan tenang tidak terlihat kaget benar-benar. Asap rokok kadang-kadang mengepul dari bibirnya. Semuanya yang kuingat kuceritakan, terkecuali peristiwa Ayu buang pembalutnya di semak. Kecuali takut, ada rasa malu sebab sudah mengotori gunung.


"kunaon dapat sampai demikian?" kata sang Bapak,"peristiwa gaib memang seringkali di sini, tetapi saya teh baru denger yang sampai kronis ini."

"saya tidak tahu pak." Jawab saya bohong.


Bapak itu memandang lurus ke mataku seperti berupaya membaca, ia lantas menanyakan,"punten nya jang, punten, bapak hanya nanya, kalian di atas zinah?". Saya gelagapan diberi pertanyaan semacam itu. "Astagfirullah tidak pak. Saya sama Ayu hanya teman. Kita bawa serta tenda semasing." Bapak itu masih menatapku dengan pandangan tidak percaya.


Tetapi memang itu faktanya. Saya serta Ayu setuju untuk tidur ditenda semasing. Ayu bawa tenda seseorang yang seringkali kuejek untuk tenda orang mati. Serta saya bawa tarp tent yang baru kubeli sebelum pergi. Kami memang dekat, tetapi keakraban kami benar-benar tidak ke arah mengarah romantis.


"ya telah, kamu istirahat dahulu sesaat. Kelak ada yang tiba bawa serta lauk dari bawah, kamu langsung makan ya. Diisi perutnya." kata sang Bapak.

Saya mengangguk. "terima kasih pak."


Bapak itu langsung keluar, menjumpai sebagian orang yang semenjak barusan diam-diam dengarkan perbincangan kami. Dari suaranya kemungkinan ada seputar 4 orang. Tetapi saya benar-benar tidak memahami apakah yang dibahas sebab dengan bahasa sunda. Tetapi turun naik intonasi percakapan mereka yang pasti mengulas saya serta Ayu membuatku berasa tidak enak.


Jam ditanganku menunujukkan jam 11 siang. Buat orang yang habis-habisan diteror semalam, tidak terbayangkan senangnya lihat sinar matahari. Saya lihat carrierku serta Ayu ada di sudut ruang, sepatu punya Ayu. Kubuka carrierku cari smartphone serta charger waktu kudengar erangan suara Ayu. Suaranya ada diruang samping. Bulu kudukku kembali lagi berdiri. Apa masalah ini belum usai?


Saya membulatkan tekad melihat ke ruang samping. Hatiku langsung mencelos lihat situasi Ayu. Seseorang ibu-ibu tua sedang memijit kening Ayu sekalian komat-kamit. 3 orang yang lain memegangi tangan serta kakinya.


Ayu sendiri sedang berontak hebat berupaya melepas diri. Tubuhnya dilentingkan keatas kebawah dengan beringas, kakinya berupaya menyepak orang yang memeganginya. Matanya merah melotot sampai hampir keluar. Saat ia melihatku, ayu ketawa mendesis seperti ular lantas berteriak histeris. Saya shock lihat situasi Ayu. Sampai Hanya dapat berdiri di tempat. Bapak barusan lantas menarikku, serta kembali lagi menyuruhku minum air teh barusan.


"Jangan kesitu jang, di sini saja." Kata sang Bapak.

"teman saya pak…" Kataku tidak dapat melanjutkan kalimat.

"Sesaat lagi tidak apa-apa. Sudah di sini saja."


Saya diam. Tanganku yang menggenggam gelas teh gemetaran perlahan. Mendadak saya ingat dengan rapat bulanan. Pekerjaan yang memaksaku untuk selalu turun walaupun ada kemauan untuk ngecamp tadi malam lagi. Telat telah. Saya memikirkan muka murka atasanku atas ketidakhadiranku. Laporan-laporan yang perlu kuserahkan, muka sedih kawan-kawanku. Saya mendesah.


"Pak, kurang lebih sore teman saya sudah normal belum yak? Bus arah Jakarta sampai malem kan ya Pak? Saya hari selasa harus telah ke kantor pak." Tanyaku pada sang Bapak.

Sang bapak menjawab mudah, tetapi seperti petir di telingaku,"saat ini teh hari rabu jang."


Astagfirullah.saya tidak sadarkan diri 3 hari??


Sesaat ibu tua barusan keluar. Ia berjalan loyo mendekati keramaian orang dimuka. Disana saya memerhatikan kerutan tangannya. Ibu ini telah tua sekali, kemungkinan umurnya hampir tujuh puluh tahun. Disana ia bicara perlahan, lainnya dengarkan. Dalam satu kalimat sebagian orang terlihat kaget, lantas mengangguk-angguk sinyal pahami.


Bapak barusan lantas mendekatiku. "Jang, kita turun lebih dulu ya. Kamu bapak bonceng. Teman kamu kelak nyusul turun. Soalnya motornya hanya satu."


Saya tidak dapat tidak kecuali sepakat. Saat akan mengusung carrier, sang bapak larang. "sudah disana saja, agar kelak ada yang nurunin. Hayuk jang." Kata sang Bapak, sedikit ada suara memaksakan.


Betul di luar ada motor yang diparkir. Sang bapak naik kemotor serta menghidupkannya. Saya lantas naik dibelakang. Tetapi saat digas motor itu mendadak mati. Saya turun lagi sebab sang bapak nampaknya akan menyela motor. Sekali celah serta hidup. Saya naik lagi. Tetapi saat digas motor itu mati lagi.


2 orang lantas mendekati kami. Yang seorang gantikan sang bapak serta menghidupkan motor. Motor itu kembali lagi berpijar. Ia lantas berjalan lima meteran lantas berputar-putar lagi. Tetapi kembali lagi mati saat saya naik ke motor. Saya berasa nampaknya penghuni Ceremai tidak ingin melepas kami dengan gampang.


Akhinya jam 4 sore sang bapak itu menyebutku masuk. Di dalam ada sang ibu tua telah menanti. Ibu itu menjelaskan suatu hal pada sang bapak yang dengarkan dengan menunduk memandang lantai. Ibu ini tentunya tidak dapat berbahasa Indonesia.


"Jang, sang emak sudah berupaya tetapi setan yang masuk ketubuh teman sang ujang terdapat beberapa. Dikeluarin satu, lainnya masuk. Demikian terus. Serta ada satu makhluk yang emak sendiri tidak dapat ngeluarin. Memiliki bentuk ular hideung bertanduk."


Saya dengarkan dengan cemas, intonasi sang bapak menyaratkan ada berita yang bertambah jelek.


"Makhluk itu sakit hati sama teman sang Ujang, sebab teman sang Ujang sudah lancang ngotorin tempat tinggalnya ceunah. Jadi teman sang Ujang ingin diambil, ingin dikawinin."


Saat ini saya betul-betul cemas. "pak tolong pak, bilangin saya meminta maaf, tolong pak, bu tolong bu," saya meratap.


"iya Jang, tenang. Kata sang emak, makhluk ini tidak jahat. Ia maklum dengan kalakuan manusia pendaki ayeuna, tetapi tingkah laku teman Ujang sudah kelewatan."


Sedikit ada perasaan lega dengar perkataan sang bapak baru saja.


"ia akan ngelepas teman sang Ujang, tetapi ada ketentuannya." Sambung sang bapak.

"apa ketentuannya pak?" tanyaku cemas.

"Ujang malam hari ini harus naik, serta mengambil lagi kotoran yang tempo hari dibuang teman sang Ujang."


Semua sendi ditubuhku langsung bergetar dengar ketentuan baru saja.

Postingan populer dari blog ini

The ability to recover from setbacks

The weekend catch-up dilemma

Cryptocurrency’s third problem is its predatory culture.